11/08/14

Dear si Pedagang

Beberapa hari yang lalu, kakakku yang tinggal di daerah serpong datang berkunjung ke rumah. Agendanya sih untuk silaturahmi, menjaga kekerabatan keluarga besar kami, soalnya aku tinggal bersama Tulangku (sebutan untuk Paman dalam penuturan Batak) dan kebetulan hari itu juga ada saudara dari Riau yang datang ke rumah. Jadi waktu itu luyaman rame di rumah.

Dalam kunjungan itu, kakakku datang bersama suaminya dan 2 orang putranya, Dear (9 tahun) dan Gavriel (1 tahun). Dear adalah anak yang paling pinter, lucu, menggemaskan dan licik yang pernah aku kenal. Walaupun masih kelas 2 SD, tapi sudah banyak ulahnya yang bikin aku geleng-geleng kepala. Setiap hari ada saja kisah yang dia ceritakan setiap bertemu denganku, mulai dari cerita usil, bandel, menggemaskan sampai ke cerita tentang perjalanan asmaranya dengan teman sekelasnya.

WHAT?? CERITA ASMARA??

Bener loh. Dia udah mulai naksir-naksir gitu sama temen sekelasnya yang lumayan cakep. Memang sih, pengenalan akan asmara pada usia dini itu penting, tapi mbok ya pengertian dong sama aku yang sampai sekarang masih fakir cerita asmara.

*garuk-garuk aspal*

Pokoknya ada aja deh cerita baru kalau dia datang. Nah, kemaren sewaktu mereka berkunjung kerumah, dia langsung menghampiriku dan berkata “Tulang mau warna apa?”

Aku yang tidak tau sebab-musabab dari pertanyaannya hanya bisa bengong dan terdiam.

“Apanya yang berwarna?” tanyaku sambil mengelus-elus kepala keponakanku yang lucu itu. Berharap ada cerita baru dari setiap warna yang akan aku pilih nanti.

“Ini loh..” katanya sambil mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, “Dear bawa gelang untuk Tulang, ada beberapa warna. Tulang mau warna apa?”

Aku melihat dia mengeluarkan beberapa gelang karet dari sakunya. Ada yang berwarna merah, biru, hitam, kuning dan beberapa warna lagi. Aku heran, gelang sebanyak itu kok bisa muat ya di dalam saku celana sekecil itu?

Aku mengamati sebentar tumpukan gelang dikedua telapak tangannya, kemudian memilih satu gelang yang bertuliskan ‘Indonesia Diselamatkan’.

“Tulang pilih yang warna merah.”

Dia lalu memberikan gelang berwarna merah kepadaku dan langsung aku pakai di lengan sebelah kiri, berhimpitan dengan jam tanganku.



“Terimakasih yaaa” ujarku bangga dengan kebaikan hatinya.

Gimana gak bangga cobak, setelah sebulan tidak saling bertemu, dia ternyata tetap mengingat aku. Apalagi, dia sudah bersusah payah menyediakan ‘kado’ untukku, sebuah gelang yang warnanya aku pilih sendiri. Yah walaupun kelihatannya sepele, tapi niatnya itu loh. Siapa cobak yang tidak bangga dapat pemberian dari keponakannya?

Setelah aku selesai memakai gelang berwarna merah itu, dia langsung berkata, “harga gelangnya 10000, ya Tulang. Barang yang sudah dipakai tidak boleh dikembalikan!”

WHAAATTT???

Aku hanya bisa bengong (lagi) dan merasa tertipu. Halaahh..

Dia yang awalnya tersenyum manis dan menyapa dengan riang berubah menjadi penjual gelang kejam. Rupanya keriangannya itu untuk dilakukan untuk menutupi niat jahatnya yang tersembunyi.

AKU INI KORBAN!!

Tapi bener ya, aku yang awalnya bangga dikasih gelang, langsung merasa dikhianati. Dikhianat oleh anak unyu berumur 9 tahun.

DASAR ANAK LICIK!!

Aku langsung protes ke mamanya mengenai perihal tersebut. Mamanya yang memang sudah terbiasa dengan ulah anaknya, hanya bisa terkekeh sambil mengangguk maklum. Dari penuturannya, aku mendapat informasi bahwa belakangan ini Dear lagi gencar-gencarnya melakukan usaha dagang, dan gelang yang (secara tidak sengaja) aku beli tadi adalah salah satu dagangannya.

“Dear bilang dia gak mau terus-terusan minta uang ke mama. Dia mau menghasilkan uang sendiri untuk ditabung dan membeli piano” kakakku menjelaskan.

Kakakku lalu menambahkan bahwa dia juga cukup pusing dalam menghadapi ulah Dear belakangan ini. Karena usaha dagangnya, Dear menempelkan kertas di depan pintu rumah yang bertuliskan, “Dicari seorang partner berumur 8-12 tahun untuk menjual gelang dan lukisan”.

Selain itu, dia juga membuat daftar harga dari dagangannya yang digantungkan di ranting pohon kecil yang tumbuh dihalaman rumah mereka di Serpong.

Isinya lumayan lucu, seperti ini:
Dijual lukisan.
Harga teman: 500
Harga kenalan: 800
Harga sahabat: 300
Harga tetangga: 500

Lukisan yang dimaksud disini adalah hasil gambar Dear diatas buku gambar kecil, yang dihias sedemikian rupa sehingga kelihatan agak menarik.

Gila banget kan??

Setiap sore sepulang sekolah, dia akan mengambil ‘lukisan’ yang dia buat, membawanya keliling kompleks dengan menggunakan sepeda dan menjualnya kepada anak-anak kompleks yang dia temui.

Kata kakakku, minggu lalu dia mendapat keuntungan beberapa puluh ribu dari hasil jualan ‘lukisan’nya.

Mendengar penuturan kakakku mengenai bisnis gelang dan lukisan yang dilakoni keponakanku itu, aku langsung tersetuh. Ternyata selain licik, Dear juga kreatif, pekerja keras dan mandiri. Dia pinter dalam hal yang aku tidak pinter sewaktu kecil dulu. Aku bahkan tidak kepikiran bahwa dia bisa berbuat hal sehebat itu dalam usia yang sangan muda.

Atas dasar kekagumanku terhadap Dear, akhirnya aku membayar gelang yang terpaksa aku beli tadi sejumlah 50000. Itung-itung sebagai bantuan modal untuk melakukan ekspansi bisnis kedepannya.

Hahaha..

I’m pround of you, Dear.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar