19/08/14

I just don't understand you

Waktu itu sekitar pukul 7 malam. Sepasang kekasih yang masih kelas 1 SMA terlihat keluar dari sebuah mall besar. Mereka baru saja selesai menonton di bioskop, atau istilah kerennya Movie Date. Film yang mereka tonton adalah film The Perk of Being a Wallflower, yang merupakan film kesukaan Mint.

Sambil berjalan, si cowok bertanya, “Mint, kenapa kamu keluar dari bioskop sebelum filmnya selesai? Aku bahkan tidak tau kalau kau keluar tadi.”

“Iya. Tadi aku pergi ke kamar kecil” jawab Mint berbohong. Padahal tadi dia keluar karena kecewa dengan sikap si cowok.

Bagaimana tidak kecewa. Selama menonton, Mint selalu berusaha untuk intim dengan si cowok. Dia menyandarkan kepalanya ke bahu si cowok. Dia dengan sengaja meletakkan tangannya disamping tangan si cowok dengan harapan tangannya akan digenggam mesra. Tetapi si cowok bergeming, tidak menujukkan respon terhadap ‘usaha’ Mint. Si cowok malah sangat fokus menonton film yang sedang ditayangkan.

“Kau baik-baik saja kan?” Tanya si cowok begitu melihat ekspresi yang tidak biasa di wajah Mint.

“Aku baik baik saja” sahut Mint singkat, sambil berjalan lebih cepat.

Mereka berjalan lagi, kali ini dalam keheningan.

“Emangnya filmnya gak bagus ya?” Tanya si cowok tidak sadar akan situasi yangs edang terjadi. “Menurutku sih, filmnya sangat bagus sampai-sampai aku tidak bisa berpaling saat menontonnya.”

Mint yang sudah tidak tahan lagi, akhirnya berhenti dan berkata, “Boleh aku bertanya sesuatu? Aku tidak bermaksud merusak hari yang bahagia ini, tapi …”

Si cowok terdiam sebentar, melihat wajah Mint yang begitu serius, lalu mengeluarkan kamera dari tasnya. Dia langsung mengambil foto Mint beberapa kali. Si cowok memang hobi fotografi dan videografi. Tak heran dia sangat fokus ketika menonton tadi. Dia memperhatikan setiap detil pada film yang sedang ditayangkan.

“Berhenti mengambil fotoku!!” teriak Mint kesal. Dia lalu mengambil kamera yang dipengang si cowok dan membantingnya sampai lensa kameranya pecah.

Si cowok terkejut dan terbelalak melihat kamera kesayangannya hancur didepan matanya. Dia memandang Mint meminta penjelasan.

“Mint, ada apa denganmu?” tanyanya.

“Ada apa denganku? Seharusnya aku yang bertanya, ‘Ada apa denganmu’?” jawab Mint. “Aku ada disini denganmu. Berdua denganmu. Tapi kau mengacuhkan aku. Kau bahkan tidak memperhatikan aku. Mana yang lebih penting bagimu, aku atau kamera itu?”

Si cowok bingung.

“Mint... tidak bisa begitu, Mint. Kau dan kamera itu adalah dua hal yang berbeda, tidak bisa dibandingkan. Jangan marah padaku, Mint” ucapnya. “Tadi aku lihat kau sangat imut, makanya aku foto.”

Mint yang sudah terlanjur kecewa tidak serta merta bahagia dibilang imut.

“Apa arti movie dating bagimu?” tanya Mint.

“Movie dating itu… ya kita nonton film bareng” kata sio cowok jujur, karena memang itu yang dia rasakan dan itu yang dia tau tentang Movie Date.

“Tapi bagiku lain. Aku menonton film bersamamu karena aku ingin dekat denganmu. Aku ingin menghabiskan waktu yang indah denganmu. Kita ini lagi dating loh, bukan hanya sekedar nonton film dan… selesai begitu saja.” jelas Mint sambil terisak.

“Tapi aku sudah seharian ini bersamamu, Mint. Dan kau juga terlihat senang tadi.” jawab si cowok. “Lagian, ngobrol di dalam bioskop bukanlah hal yang baik untuk dilakukan.”

“Berarti memang aku yang tidak mengerti kau” ujar Mint dengan putus asa. Dia lalu pergi meninggalkan si cowok yang sedang kebingungan.

---

Beberapa hari kemudian, si cowok melihat Mint di bioskop yang sama, sedang mengantri untuk melihat film yang sama, tetapi dengan pria lain.


NB: dialog diatas diambil dari film Hormones the Series dengan penyesuaian sewajarnya.



18/08/14

so, you're a writer?

Seorang gadis bertanya kepada seorang penulis buku, seorang pria berusia akhir 30an.

"Jadi, kau seorang penulis?"

"Ya."

"Dan kau menulis… buku?"

"Ya. Aku sudah menulis beberapa buku."

"Wow.. Aku belum pernah bertemu dengan seorang penulis sebelumnya. Kau pasti sangat pintar."

"Begitulah…"

"Kau tau. Aku bahkan tidak bisa menulis namaku sendiri disaat aku lelah."

"Oh ya? Hahaha… Jadi, jenis buku apa yang kau suka?"

"Aku suka cerita yang memiliki makna. Seperti kisah cinta yang sangat indah."

"Oh, sudah tentu. Seperti kebanyakan gadis lainnya."

"Aku membaca buku ini sekali, judulnya Romeo dan ….."

"Juliet!"

"Ya!! Kau tau buku itu? Kau tau kisahnya?"

"Tentu saja. Kisah yang bagus. Tapi Romeo dan Juliet bukanlah sebuah buku, melainkan sebuah drama."

"Oh, kukira itu sebuah buku yang dibuat berdasarkan sebuah film."

"Apa? Hahahaha… Bukan. Romeo dan Juliet itu sebuah drama."

"Ow, baiklah. Romeo dan Juliet itu sebuah drama. Wow, kau sungguh pintar."

"Hahahaha"

"Kau tau, sebenarnya aku tidak membaca buku, oh.. drama itu secara keseluruhan karena terkadang aku harus membaca majalah untuk mengetahui kehidupan banyak orang."

"Itu sangat penting."

"Benar kan? Wow.. Kau sangat pintar."

"Begitulah."

NB: dialog diatas diambil dari film Before Midnight dengan penyesuaian sewajarnya.



11/08/14

Dear si Pedagang

Beberapa hari yang lalu, kakakku yang tinggal di daerah serpong datang berkunjung ke rumah. Agendanya sih untuk silaturahmi, menjaga kekerabatan keluarga besar kami, soalnya aku tinggal bersama Tulangku (sebutan untuk Paman dalam penuturan Batak) dan kebetulan hari itu juga ada saudara dari Riau yang datang ke rumah. Jadi waktu itu luyaman rame di rumah.

Dalam kunjungan itu, kakakku datang bersama suaminya dan 2 orang putranya, Dear (9 tahun) dan Gavriel (1 tahun). Dear adalah anak yang paling pinter, lucu, menggemaskan dan licik yang pernah aku kenal. Walaupun masih kelas 2 SD, tapi sudah banyak ulahnya yang bikin aku geleng-geleng kepala. Setiap hari ada saja kisah yang dia ceritakan setiap bertemu denganku, mulai dari cerita usil, bandel, menggemaskan sampai ke cerita tentang perjalanan asmaranya dengan teman sekelasnya.

WHAT?? CERITA ASMARA??

Bener loh. Dia udah mulai naksir-naksir gitu sama temen sekelasnya yang lumayan cakep. Memang sih, pengenalan akan asmara pada usia dini itu penting, tapi mbok ya pengertian dong sama aku yang sampai sekarang masih fakir cerita asmara.

*garuk-garuk aspal*

Pokoknya ada aja deh cerita baru kalau dia datang. Nah, kemaren sewaktu mereka berkunjung kerumah, dia langsung menghampiriku dan berkata “Tulang mau warna apa?”

Aku yang tidak tau sebab-musabab dari pertanyaannya hanya bisa bengong dan terdiam.

“Apanya yang berwarna?” tanyaku sambil mengelus-elus kepala keponakanku yang lucu itu. Berharap ada cerita baru dari setiap warna yang akan aku pilih nanti.

“Ini loh..” katanya sambil mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, “Dear bawa gelang untuk Tulang, ada beberapa warna. Tulang mau warna apa?”

Aku melihat dia mengeluarkan beberapa gelang karet dari sakunya. Ada yang berwarna merah, biru, hitam, kuning dan beberapa warna lagi. Aku heran, gelang sebanyak itu kok bisa muat ya di dalam saku celana sekecil itu?

Aku mengamati sebentar tumpukan gelang dikedua telapak tangannya, kemudian memilih satu gelang yang bertuliskan ‘Indonesia Diselamatkan’.

“Tulang pilih yang warna merah.”

Dia lalu memberikan gelang berwarna merah kepadaku dan langsung aku pakai di lengan sebelah kiri, berhimpitan dengan jam tanganku.



“Terimakasih yaaa” ujarku bangga dengan kebaikan hatinya.

Gimana gak bangga cobak, setelah sebulan tidak saling bertemu, dia ternyata tetap mengingat aku. Apalagi, dia sudah bersusah payah menyediakan ‘kado’ untukku, sebuah gelang yang warnanya aku pilih sendiri. Yah walaupun kelihatannya sepele, tapi niatnya itu loh. Siapa cobak yang tidak bangga dapat pemberian dari keponakannya?

Setelah aku selesai memakai gelang berwarna merah itu, dia langsung berkata, “harga gelangnya 10000, ya Tulang. Barang yang sudah dipakai tidak boleh dikembalikan!”

WHAAATTT???

Aku hanya bisa bengong (lagi) dan merasa tertipu. Halaahh..

Dia yang awalnya tersenyum manis dan menyapa dengan riang berubah menjadi penjual gelang kejam. Rupanya keriangannya itu untuk dilakukan untuk menutupi niat jahatnya yang tersembunyi.

AKU INI KORBAN!!

Tapi bener ya, aku yang awalnya bangga dikasih gelang, langsung merasa dikhianati. Dikhianat oleh anak unyu berumur 9 tahun.

DASAR ANAK LICIK!!

Aku langsung protes ke mamanya mengenai perihal tersebut. Mamanya yang memang sudah terbiasa dengan ulah anaknya, hanya bisa terkekeh sambil mengangguk maklum. Dari penuturannya, aku mendapat informasi bahwa belakangan ini Dear lagi gencar-gencarnya melakukan usaha dagang, dan gelang yang (secara tidak sengaja) aku beli tadi adalah salah satu dagangannya.

“Dear bilang dia gak mau terus-terusan minta uang ke mama. Dia mau menghasilkan uang sendiri untuk ditabung dan membeli piano” kakakku menjelaskan.

Kakakku lalu menambahkan bahwa dia juga cukup pusing dalam menghadapi ulah Dear belakangan ini. Karena usaha dagangnya, Dear menempelkan kertas di depan pintu rumah yang bertuliskan, “Dicari seorang partner berumur 8-12 tahun untuk menjual gelang dan lukisan”.

Selain itu, dia juga membuat daftar harga dari dagangannya yang digantungkan di ranting pohon kecil yang tumbuh dihalaman rumah mereka di Serpong.

Isinya lumayan lucu, seperti ini:
Dijual lukisan.
Harga teman: 500
Harga kenalan: 800
Harga sahabat: 300
Harga tetangga: 500

Lukisan yang dimaksud disini adalah hasil gambar Dear diatas buku gambar kecil, yang dihias sedemikian rupa sehingga kelihatan agak menarik.

Gila banget kan??

Setiap sore sepulang sekolah, dia akan mengambil ‘lukisan’ yang dia buat, membawanya keliling kompleks dengan menggunakan sepeda dan menjualnya kepada anak-anak kompleks yang dia temui.

Kata kakakku, minggu lalu dia mendapat keuntungan beberapa puluh ribu dari hasil jualan ‘lukisan’nya.

Mendengar penuturan kakakku mengenai bisnis gelang dan lukisan yang dilakoni keponakanku itu, aku langsung tersetuh. Ternyata selain licik, Dear juga kreatif, pekerja keras dan mandiri. Dia pinter dalam hal yang aku tidak pinter sewaktu kecil dulu. Aku bahkan tidak kepikiran bahwa dia bisa berbuat hal sehebat itu dalam usia yang sangan muda.

Atas dasar kekagumanku terhadap Dear, akhirnya aku membayar gelang yang terpaksa aku beli tadi sejumlah 50000. Itung-itung sebagai bantuan modal untuk melakukan ekspansi bisnis kedepannya.

Hahaha..

I’m pround of you, Dear.